Siapa Afika?
Akhir-akhir ini nama Afika sering dipanggil. Entah yang memanggil itu ketemu beneran sama si empunya nama atau tidak. Entah yang menyebut nama itu kenal dengan si Afika atau tidak. Yang pasti, saya sering mendengar nama sering diucapkan, kebanyakan oleh anak didik saya di Primagama, sebagai bahan bercengkrama dan bercanda dengan sesamanya. Lantas, siapakah si Afika itu? Apakah itu nama asli?
Afika, seperti yang kita tahu, adalah bintang cilik pariwara biskuit O*eo. Performa dan penampilannya yang imut dan menggemaskan disukai oleh banyak orang. Bagian iklan yang terkenal terutama pada dialog pertama. Ditunjukkan bahwa seorang anak perempuan yang lebih tua memanggil nama Afika dengan nada yang umum diucapkan oleh seorang anak kecil kepada teman atau saudaranya. Panggilan nama Afika itu lalu dijawab dengan kata “Iyaa…” yang sekali lagi…lucu dan menggemaskan.
Afika, walau mungkin orang mengenal namanya dari sebuah pariwara yang seringkali para bintangnya memakai nama peranan, adalah nama asli. Paling tidak, itu adalah nama panggilan asli. Nama lengkap Afika ialah Imanina Afiqah Ibrahim. Namun saya sarankan kepada Pembaca Budiman yang ingin mencaritahu seputar Afika di dunia maya untuk mengetik ‘Afika’ alih-alih ‘Afiqah’. Mengapa? Tentu saja karena nama ‘Afika’-lah yang lebih populer di dunia maya.
Iklan, Menjadi Ajang Eksploitasi Anak?
Seringkali sebuah iklan menggunakan anak kecil sebagai pelaku penyampai pesan. Adakah anak-anak itu menjadi obyek eksploitasi dalam prosesnya? Bisa iya, bisa tidak. Isu eksploitasi anak yang bekerja di dunia iklan atau hiburan pernah muncul, tapi saya rasa itu tidak berlaku bagi Afika.
Saya menonton sebuah segmen dengan Afika dan orangtua (ayah) Afika dalam acara Hitam Putihnya Corbuzier. Salah satu pertanyaan sang host acara adalah apakah orangtua Afika termasuk dalam orangtua yang mengeksploitasi anaknya untuk bekerja, sehingga orangtuanya dapat menikmati uang hasil jerih payahnya. Jawabannya ialah bahwa uang hasil bermainnya di beberapa iklan masuk ke rekening tabungannya. Bahwa itu dipakainya untuk biaya pendidikan Afika sendiri, ayah Afika menjelaskan pertanyaan Corbuzier. Ditambahkan lagi oleh ayah Afika, bahwa ia tidak menerima tawaran untuk Afika untuk bermain sinetron. Dasarnya adalah bermain di sebuah sinetron akan mengganggu jadwal sekolah Afika.
Namun bagi saya, alasan terpenting bahwa Afika bukanlah korban eksploitasi anak ialah, bahwa Afika sendiri tidak merasa dieksploitasi. Dia senang bermain dalam sebuah iklan. Ia tidak pernah terpaksa melakukannya. Bahkan ia berkata tidak merasa capek dalam melakukan kegiatannya itu. Afika senang mendapati dirinya sebagai bintang iklan.
Mengapa Afika Lebih Populer dari Bintang Iklan O*eo Lainnya?
Dilihat dari perspektif saya sebagai orang yang awam akan dunia iklan dan komunikasi massa, iklan Oreo Afika menjadi paling populer karena beberapa hal. Pertama, karakter Afika sebagai anak kecil itu sendiri yang sangat kuat. Melihat wajahnya, tentu orang akan langsung suka. Anak kecil memiliki kekuatan dalam merebut simpati orang lain karena kepolosan, kesucian, dan ketidakberdosaan mereka. Anak kecil polos tanpa pamrih kepentingan yang mengganggu kepentingan orang lain. Anak kecil masih bersih dari nama jelek atau track record yang buruk. Anak kecil hanya memiliki mata, yang bila orang menatapnya, akan menimbulkan efek positif dalam jiwa mereka.
Kedua, iklan Oreo Afika adalah satu-satunya iklan yang menyebutkan nama. Menurut saya, nama itu sangat penting dalam rangka membentuk mindset audiens. Mungkin Pembaca Yang Budiman masih ingat sebuah iklan provider seluler yang pemerannya berkata, “Agus, Agus!” pada saat adegan menelpon ke nomer luar negeri. Atau yang juga masih baru-baru ini, iklan produk sosis yang menyertakan jingle “… S[e]m*sh suka makan So Ni#e…”. Kedua iklan itu menyebutkan nama yang mudah melekat dan disukai, terlepas dari otentik tidaknya nama tersebut. Dalam iklan O*eo yang dimaksud, nama Afika sukses merebut hati para audiensnya.
Terakhir, yang menjadi semacam klimaks dalam iklan tersebut ialah jawaban Afika yang polos dan lucu: “…Iyaa“. Ucapan Afika itulah yang melengkapi dialog ampuh yang telah melekat di otak para pemirsa. Bukan berarti dialog seterusnya tidak penting. Malahan, rangkaian dialog yang menyertai membuat pemirsanya berpikir dan kagum akan kehebatan seorang anak yang baru lepas dari usia balita memerankan sebuah iklan.
Terlepas dari statistik penjualan produknya, iklan O*eo sukses menurut pandangan saya. Seperti O*eo yang sukses membuat Afika begitu populer, Afika pun telah berhasil menyebarkan nama O*eo ke khalayak nyata dan maya Indonesia. Meskipun saya mengakui bahwa saya belum pernah membeli dan mengkonsumsi produk biskuit itu sejak iklan O*eo Afika beredar. Maaf ya Pak dan Bu O*eo…
Apa yang akan Anda Lakukan jika Bertemu Afika dalam Waktu Dekat?
Mungkin Para Pembaca Budiman memiliki jawaban tersendiri. Mungkin di antara Anda berencana meminta berfoto bersama Afika. Atau mungkin ada di antara Para Pembaca Budiman yang akan meminta tandatangannya (kalau dia sudah punya tanda tangan sendiri). Namun jika saya yang ditanya demikian, jawaban saya adalah, saya akan memanggil namanya, dan berharap Afika mendengar dan menjawab, “Iyaa!”. Itu sudah sangat cukup melegakan keinginan terpendam saya. 🙂